0

Taman Nasional Danau Sentarum

Senin, 26 April 2010.



Bagi Anda yang menyukai berbagai destinasi wisata dalam satu tempat, Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, perlu dimasukkan dalam agenda rekreasi Anda. Sebab, di TNDS yang terletak di kabupaten paling timur Provinsi Kalimantan Barat ini terdapat berbagai obyek wisata yang unik, menarik, dan menantang, seperti wisata hutan, wisata pendidikan, wisata danau, desa wisata, desa budaya dan lain sebagainya.
Bila dirunut ke belakang, kawasan yang berada di sekitar Danau Sentarum ini memiliki sejarah yang panjang sebelum akhirnya ditetapkan pemerintah pusat sebagai taman nasional seperti saat ini. Pada awalnya, obyek wisata andalan Kabupaten Kapuas Hulu ini merupakan kawasan Suaka Alam Danau Sentarum berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan Republik Indonesia Nomor 2240/DJ/I/1981 pada tanggal 15 Juni 1981 dengan luas area sekitar 80.000 hektar. Pada tahun 1982, berdasarkan Surat Keputusan Nomor 757/Kpts/Um/10/1982, kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum yang pengelolaannya berada di bawah pengawasan Kantor Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Barat di Kota Pontianak.
Pada tahun 1991, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1991, Indonesia meratifikasi Konvensi Ramsar (The Convention on Wetlands of International Importance), yaitu konvensi internasional tentang konservasi dan pemanfaatan lahan basah yang ditetapkan di Ramsar Iran pada tanggal 2 Februari 1971. Untuk menindaklanjuti keputusan tersebut, pada tahun 1994 pemerintah pusat menetapkan kawasan Danau Sentarum sebagai situs Ramsar di Indonesia. Keputusan ini diambil, mengingat kawasan tersebut merupakan salah satu wakil daerah hamparan banjir (lebak lebung, floodflain), menurut sejumlah ilmuan, termasuk yang terluas dan terpelihara dengan baik di kawasan Asia Tenggara.
Melihat potensinya yang begitu melimpah dan posisinya yang sangat penting, tidak hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi dunia, pada tanggal 4 Februari 1999 kawasan tersebut ditetapkan sebagai Taman Nasional Danau Sentarum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia Nomor 34/Kpts/II/1999 dengan luas area sekitar 132.000 hektar.
Untuk menjaga kelestariannya, kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Kapuas Hulu Nomor 144 Tahun 2003. Sedangkan untuk memudahkan pengawasan dan koordinasi, pada tanggal 1 Februari 2007 dibentuk Unit Pelaksana Teknis Balai Taman Nasional Danau Sentarum melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 yang berkantor di Kabupaten Sintang.
B. Keistimewaan
Memesona, eksotis, dan lengkap. Begitu kira-kira kesan wisatawan ketika menginjakkan kaki di Taman Nasional Danau Sentarum. Bagi penyuka wisata hutan, TNDS tepat sekali dipilih. Di sini, wisatawan dapat menikmati suasana hutan yang masih perawan, melihat pepohonan besar dan kecil yang beraneka jenis, menghirup udara segar dan bersih, memotret satwa, dan berkemah. Kontur medan yang naik turun dan jalan setapak yang berkelok-kelok sampai jauh ke dalam hutan, tentu merupakan areal yang diidam-idamkan oleh pecinta olahraga lintas alam.
Kawasan hutan taman nasional ini juga cocok dijadikan tempat wisata pendidikan atau wisata ilmiah. Sebab, di kawasan ini terdapat berbagai flora langka, seperti tembesu/tengkawang (shorea beccariana), jelutung (dyera costulata), ramin (gonystylus bancanus), meranti (shorea sp.), keruing (dypterocarpus sp), kayu ulin/belian (eusideroxylon zwageri), pungguk (crateva religiosa), menunggau (vatica manunggau), putat (baringtonia acutangula), kayu tahun (carallia bracteata), rengas (gluta rengas), simpur (delenia excelsa), bintangur (callophylum spp), bungur (largestonia speciosa), kawi (shorea balangeran), dan ransa (eugeissona ambigua). Sedangkan fauna langka yang masih dapat dijumpai di kawasan ini antara lain adalah bangau tongtong (leptoptilus javanicus), buaya (tomistoma schlegeli), monyet (macaca fasticularis), bekantan (nasalis larvatus) orangutan (pongo pygmaeus), lebah (apis andreformis), dan aneka jenis burung. Terdapatnya kantor suaka marga satwa, pusat penelitian, dan laboratorium di Pulau Tekenang kian melengkapi kawasan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu sebagai kawasan ecotourism ini.
Sementara itu, Danau Sentarum dengan segala pesona dan misterinya, tentu juga menarik minat para pecinta wisata danau untuk mengarungi tiap sudutnya. Danau ini terletak di hulu sungai kapuas, sehingga sangat menentukan pasang surut air Sungai Kapuas. Danau Sentarum bagaikan celengan air raksasa bagi Sungai Kapuas. Dengan kata lain, air Sungai Kapuas tergantung pada fluktuasi air Danau Sentarum. Pada musim hujan, danau ini menyimpan 25 persen air Sungai Kapuas dengan ketinggian air danau berkisar antara 6—8 meter. Ketika musim kemarau tiba, danau tersebut akan memasok separoh air yang mengaliri Sungai Kapuas. Bila memasuki musim kemarau panjang, Danau Sentarum akan berubah menjadi hamparan padang luas. Sebagaimana diketahui, kecuali Kabupaten Sintang, air Sungai Kapuas melewati hampir semua kabupaten/kota di Kalimantan Barat, dan akan bermuara di pantai barat Kalimantan Barat.
Di samping posisi penting tersebut, Danau Sentarum juga memiliki keunikan yang tidak ditemui pada danau-danau lainnya di Indonesia, yaitu air danaunya yang berwarna hitam kemerah-merahan akibat pengaruh zat tannim yang berasal dari hutan gambut yang ada di sekitarnya. Konon, menurut sejumlah ilmuwan, hutan gambut di taman nasional ini merupakan hutan gambut tertua di dunia.
Kecuali itu, di danau ini terdapat berbagai jenis ikan air tawar. Bahkan, danau ini merupakan habitat ikan air tawar terlengkap di dunia. Di dalamnya, ditemukan sekitar 266 spesies, di mana sekitar 70 persen di antaranya adalah spesies ikan air tawar endemik Borneo. Mulai ukuran terkecil, seperti ikan linut (sundasalax cf. microps) yang berukuran sekitar 1—2 sentimeter dengan tubuh yang transparan laiknya kaca, sampai yang berukuran 200 sentimeter, seperti ikan tapah (wallago leeri), terdapat di danau ini. Ikan gabus, toman, baung, lais, belida, dan jelawat adalah di antara jenis ikan yang sering didapatkan nelayan ketika menjala atau memancing di Danau Sentarum. Hasil tangkapan tersebut, sebagiannya dikonsumsi sendiri dan sebagiannya lagi diasap dan diasinkan untuk dijual. Selain itu, Danau Sentarum juga menjadi incaran para hobiis ikan hias, karena di danau ini terdapat spesies ikan hias langka yang berharga tinggi, seperti ikan ulanguli (botia macracantho) dan ikan arwana/siluk merah super (scleropages formasus).
Potensi dan luas Danau Sentarum yang sedemikian rupa, memberi ruang kepada pelancong untuk melakukan berbagai aktivitas di sana, seperti memancing, berperahu mengelilingi danau, memotret, melihat nelayan yang sedang menjala ikan, melihat perkampungan nelayan di tepian danau yang mayoritas dihuni oleh Suku Melayu. Selain itu, para pelancong juga dapat menikmati pesona sekeliling danau yang hijau. Kawasan danau yang terbentuk pada zaman es atau periode pleistosen ini semakin lengkap dengan adanya empat pegunungan yang bagai pengawal abadinya tersebut, yaitu pegunungan Lanjak di sebelah timur, pegunungan Muller di sebelah barat, pegunungan Madi di sebelah selatan, dan pegunungan Kelingkang di sebelah utara.
Bagi turis yang mengelilingi kawasan danau, jangan lupa mengunjungi Pulau melayu, yaitu sebuah pulau yang berada di tengah-tengah Danau Sentarum. Di pulau tersebut, terdapat sebuah pesanggrahan dan sebuah cungkup batu yang oleh penduduk sekitar dipercayai sebagai Putri Melayu yang melarikan diri ke sana pada saat terjadi perang antarsuku di tanah Borneo pada zaman dahulu. Konon, apa yang kita minta selama berada di Pulau Melayu akan dikabulkan. Selain itu, dari pulau ini turis akan lebih leluasa menikmati eksotisme kawasan danau tersebut.
Setelah puas menikmati pesona dan menjelajahi kawasan TNDS, para turis dapat mengunjungi perkampungan suku dayak iban. Di sini, para turis akan terkagum-kagum melihat keseharian Suku Dayak yang masih tradisional dan hidup selaras dengan alam. Mereka hidup secara berkelompok di atas rumah adat khas Suku Dayak, yang dikenal dengan rumah panjang atau rumah bentang. Biasanya, setiap rumah adat ditempati oleh 5—8 kepala keluarga. Bahkan, rumah adat yang berukuran besar, dapat menampung sekitar 15—30 kepala keluarga. Selain disuguhi atraksi kesenian khas Suku Dayak, para turis juga dapat melihat para peladang (periau) yang memanen madu lebah secara tradisional. Di sini, madu lebah dipanen dari sarang di kayu besar (repak), sarang buatan (tikung), dan di sembarang tempat (lalau).
Leia Mais...
Diberdayakan oleh Blogger.
 
tempat wisata © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |